19 December 2009

Beban Psikologis

Ada beban psikologis dalam jiwa seseorang maka ia menjadi penggagap, atau gagap membuat ia jadi punya beban psikologis dalam jiwanya. Hayo mana yang duluan? Tebak aja silakan, tapi saya juga nggak tau jawabannya wong saya juga mau nebak kok. hehehe.

Analisanya terhadap diri saya dulu deh. Masalah psikologis di masa kecil yang mempengaruhi perkembangan jiwa saya keliatannya memang ada, kondisi keluarga yang tidak kondusif, lalu ada tekanan jiwa ketika saya sebagai si kidal, dipaksa menulis dengan menggunakan tangan kanan. Udah itu aja jangan banyak-banyak. Kalau banyak-banyak nanti saya digiring ke sanatorium. Anyway, masalah-masalah di atas terjadi dalam hidup saya, dan kenyataannya saya gagap. Tapi apakah masalah tersebut dan gagap ada hubungannya? Nnnaaah nggak tau juga deh. Bisa juga tidak berhubungan, bukan?

Berhubungan atau tidak, selanjutnya sebagai pws saya pernah merasakan beban psikologis. Rasa tidak percaya diri, itu yang paling sering. Malu yang berlebihan serta keengganan bicara merupakan buntutnya. Kalau katanya membenahi sesuatu harus dari akarnya, dan akar permasalahan gagap saya nggak ketemu, maka saya berkeputusan, gagap ini tidak perlu dibenahi. Huuuuh haaaaaah (tarik napas dan keluarkan). Eheeeem dan yang perlu dibenahi adalah masalah psikologis yang timbul, yaitu meningkatkan rasa percaya diri tadi. Berbagai cara saya lakukan, antara lain berkarier secara profesional (dan mengatasi berbagai masalah yang ada), berteman dengan banyak orang, banyak membaca sehingga kalo ngomong ada isinya dan yang paling bisa jadi senjata adalah menjadi orang yang humoris. Hingga akhirnya kalau dulu nggak percaya diri sekarang saya jadi orang yang cuek beibeh.

Manfaat dari peningkatan rasa percaya diri ini...lho kok gagap saya jadi berkurang. Nnaah sekarang bingung lagi kan, mana yang duluan. Hmmm sudahlah, nggak usah mikir lagi mana yang duluan, yang penting saya bisa survive menjalani hidup ini.... wah mantab...

12 December 2009

Eye Contact

Dari berbagai therapy bicara yang saya amati -- Amati lho, bukan ikuti, maklum nggak pernah ikut therapy sih -- therapist selalu menganjurkan pws untuk tetap menatap mata lawan bicara, walaupun blocking sedang menghadang. Sifat ini sebenarnya memang sudah diajarkan kepada kita oleh para orangtua, para guru dan para konsultan etiket: pandanglah mata lawan bicara Anda. Itu dikatakan sopan, saling menghargai pembicaraan masing-masing, ya kan? Nah tapi eye contact ini merupakan hal yang sulit pagi pws, atau paling tidak, sulit bagi saya. Kalau blocking, pandangan saya cenderung mblalar kemana-mana, alias jelalatan ke berbagai arah, justru menghindar mata lawan bicara. Alasannya, malu, trus semacam nggak siap melihat pandangan kasihan, kaget, merasa lucu, dll. Pasti ada reaksi yang tidak siap saya lihat.

Hmmm tapi.... entah dapet dorongan dari mana, mulai sekarang, udah beberapa hari ini sih, saya bertekad untuk tetap menatap mata lawan bicara saya meskipun saya lagi blocking. Caranya gini, ketika memulai pembicaraan dengan kata-kata yang pendek dan pelan saya mulai menatap mata lawan bicara. Pancing dulu biar dia yang ngomong duluan, saat itulah saya menatap matanya. Lalu ketika giliran saya ngomong mata saya tetap di matanya. Nah kalau kala itu blocking, bertahan....yasmin... bertahan...hehe gitu kata saya dalam hati biasanya. Biarkan saja dia melihat apa yang terjadi, gimana saya berjuang untuk mengucapkan kata-kata maksudnya. Udah abis itu nggak usah pikir apa-apa, nggak usah nebak-nebak apa yang ada di pikirannya, dsb. Gitu. Kalau ini yang saya aplikasikan, tidak jarang justru si lawan bicara itu yang memalingkan muka, hehehe... saya menang.

09 December 2009

Meeting Roy

Beberapa waktu lalu, saya dugem dengan teman-teman lama, salah satunya teman lama saya bernama Roy. Dia dulu gagap, bahkan lebih dikenal dengan nama Roy Gagap daripada nama panjangnya yang sebenarnya. Kasian ya... Tapi itu dulu, sekarang kedengerannya dia sudah lancar bicara.

Tapi perkiraan saya bahwa Roy sudah terbebas dari kegagapannya ternyata salah. Dia masih gagap terutama ketika ngomong kalimat-kalimat yang panjang. Dan lebih terdengar lagi ketika kami sudah menjauh dari hingar bingar area dugem. Bagi pws seperti kami, area bergaul yang paling asyik memang di club atau diskotik. Baru tahu kan? Logikanya begini, musik yang hingar bingar mengurangi keharusan kami bicara. Komunikasi lebih banyak dilakukan dengan bahasa tubuh. Gitu lho....

Dari tempat dugem kami sepakat menghabiskan sisa malam di warung jagung bakar. Rombongan pertama berangkat, menumpang mobil Roy yang muat banyak. Isinya Roy dan teman-teman lain yang cewek-cewek. Saya masuk ke rombongan kedua. Tahu-tahu sms dari salah satu cewek peserta rombongan pertama masuk ke hp saya. "Cepetan ke sini, kami nggak sabar ngobrol sama orang gagap nih, lama banget ngomongnya."
Aaaaah.... ooooohhhh...... uaaaahhhhh.... kenapa sih saya yang dapet sms seperti ini. Mendidih deh rasanya.... Please deh teman-teman, jangan nggak sabar dong, terimalah Roy apa adanya, yang sabar dong.... aaaahhh ya nggak bisa maksa orang harus sabar juga sih.... aaaahhhhh...

07 December 2009

Dengan Bangku Kosong di Antara Kami

Dalam cabin pesawat di suatu perjalanan. Saya masuk pesawat cukup awal. Duduk di pinggir jendela sesuai angka yang tertera di boarding pass. Berikutnya seorang gadis yang datang, duduknya di alley, dengan bangku kosong di antara kami. Terakhir seorang pria tepatnya bapak-bapak yang duduk di tengah. Pesawat tak begitu penuh, sehingga bapak2 itu pindah ke kursi lain yang kosong. Kembali saya bersebelahan dengan gadis itu dengan bangku kosong di antara kami. Dia keturunan cina, rambutnya panjang, badannya langsing, wajahnya cantik dengan bulu-bulu tipis yang kelihatan cukup jelas seperti "kumis".

Take off lancar dan perjalanan di atas pun terasa smooth. Pramugari yang di masa kini berambut terurai tak dicepol membagikan dan menjajakan makanan. Kebetulan saya naik pesawat dari maskapai yang modelnya menjual makanan di atas pesawat... hehehe yang murah-murah itu lho... Saya sebenernya lapar. Pesan nggak ya? Tapi nanti kalo gagap gimana? Bukan apa-apa, malu sama gadis di sebelah saya, yang posisinya dengan bangku kosong di antara kami. Pesan deh... eh enggak deh... pesan aja deh, tinggal panggil trus tunjukin gambar yang di buku, beres. Mau panggil tau-tau ragu lagi. Aaaaahhh keraguan seperti ini sering terjadi padaku, juga melanda pws lain sepertinya. Dalam keadaan seperti ini, seringnya sih nggak jadi pesan. Seperti saat ini, akhirnya saya memutuskan dalam hati "udah lah nggak usah aneh-aneh, tidur aja."

Tahu-tahu si gadis yang duduk di sebelah saya, dengan bangku kosong di antara kami, membeli sebotol teh. Bayar selesai, pramugari pun berlalu.
Si gadis mencoba membuka botol plastik wadah minuman teh itu, tapi tak berhasil. Coba lagi, gagal lagi begitu terus sampai 5 kali. Kasian... oke lah saya bantu. Hmmm bantu nggak ya? Oke deh saya bantu.

"Bbbbbb....," aaaaahhhh blocking!
Si gadis nengok. Yaaaah nengok pula dia. Saya paksakan saja melanjutkan bicara. Dengan hentakan sedikit, keluar juga kalimat itu:
"Bbb...boleh saya coba?"
"Oooh," jawabnya sambil mengulurkan botol teh.

Saya pelintir tutup botol itu, tak kebuka, hehe ternyata memang susah. Dengan mengerahkan tenaga lebih kuat, kraaaakk, botol terbuka dan kuulurkan lagi padanya.
"Terima kasih," begitu katanya sambil tersenyum manis. Manis lah apalagi buat aku yang sedang malu hati karena ketauan gagap. Halah

14 November 2009

Speech Tools

Boleh dibilang kegagapanku adalah kegagapan permanen. Beberapa teman mengatakan, gagapku nggak terlalu kedengeran, tapi teman sesama pws seperti Dimas dan Wiwik, tahu, aku gagap yang lumayan. Dimas bahkan ngasi angka 6 buatku. Jelek amat angkanya Dim! hehe bercanda kok.

Begini, kalau kadang-kadang saya kedengerannya lancar bicara, itu karena sedang memakai speech tools. Ini adalah "perkakas" yang digunakan oleh pws untuk bisa lancar bicara. Banyak perkakas atau alat atau cara yang bisa membuat kita kedengerannya lancar bicara. Kalau Anda mendengar saya bicara perlahan, dengan volume kecil, kadang-kadang berjeda, serta terdengar bunyi-bunyi eeeeeemmm (kayak orang mikir) atau dehem-dehem (kayak orang menghilangkan serak) itu tools yang sering saya gunakan.

Beberapa bulan lalu, aku mendapat speech tools satu lagi, diperkenalkan oleh teman saya yang baik, Dimas....hehe sapa lagi? namanya soft contact. Ini cara mencegah agar bibir kita tidak terkatup rapat, sehingga masih ada udara yang mengalir, berguna untuk mendorong kata yang akan kita ucapkan, sehingga tidak terjadi blocking. Kami sempat latihan bersama dan ternyata benar, dengan soft contact, blocking tidak terjadi. Setelah itu saya jadi sering berlatih SC. Lumayan dapat satu lagi speech tool, walaupun latihannya harus lebih sering, karena hingga saat ini kalau saya gunakan masih terdengar cadel. Kata Dimas, dengan menguasai benar, cadel nggak akan kedengeran. Oke lah aku akan berlatih terus.

Tapi gini catatannya, sebenarnya aku lebih suka ngomong apa adanya, nggak pake speech tools. Dengan demikian aku merasa bebas, walaupun gagap. Boleh dong speech tools dipakai hanya pada saat dibutuhkan? Misalnya saat menghadapi hantu-hantu yang pernah aku ceritakan di artikel sebelumnya. Sementara gitu aja deh, I will try the best...

09 November 2009

Hantu

Lapor,

kondisi saya sekarang baik-baik saja. Urusan kegagapan udah membaik. Bisa dikatakan sudah hampir menghilang dari omongan sehari-hari, munculnya sekali-sekali saja. Iseng saja saya data beberapa hal yang buat saya seperti hantu, maksudnya sesuatu yang menakutkan.

Hantu pertama, menelepon dan menerima telepon. Hehehe ini always all the time nih menakutkannya. Makanya paling males kalau harus menelepon seseorang. Trus kalau terima telpon juga saya ogah-ogahan. Makanya kalo ada yang harus difollow-up by phone....lamaaaaaa banget baru saya lakukan. Kalo follow-up nya by email...wow, semenit juga jadi.

Hantu kedua, ini aneh nih....saya gagap kalau bicara dengan "petugas". Bicara dengan petugas apapun saya gagap, minimal saya takut gagap, karena kenyataannya memang gagap hehehe... Petugas itu bisa penjaga toko, waiter dan waitress di restoran, pedagang kaki lima, semua petugas loket, kondektur bis, polisi, dll. Termasuk orang hrd di kantor. Pernah ya, waktu jadi karyawan baru, saya harus pake absen ceklok yang masukin kartu ke mesin. sedangkan karyawan pada umumnya pakai absen scan sidik jari. Nah tiap hari saya harus ambil kartu pada petugas, dengan menyebutkan nama. Pada saat itu saya selalu gagap, nyebut nama dan kepada petugas pula, pasti gagap. Daripada tiap hari malu, akhirnya saya punya akal, sehabis menceklok, kartu itu tidak saya kembalikan ke petugas, melainkan saya bawa pulang. Besoknya tinggal ambil dari tas dan ceklokin ke mesin. Akhir bulan baru saya kembalikan kartunya untuk dihitung kehadiran. hahaha....

Sementara itu aja sih hantunya, nanti saya pikir lagi, apa lagi yang hantu bagi saya.

Laporan selesai.
hormat grak, tegap grak. tu wa ga pat...(itungan balik kanan maksudnya) hehehe

21 October 2009

Memimpin Rapat

Baru selesai meeting. Syukurlah meetingnya aman dan sentausa. Saya lho yang memimpin rapat... hehehe

Berkat bos saya yang galak tapi baik hati, saya sukses memimpin beberapa kali rapat.
Awalnya ketika mandat itu diberikan kepada saya, nggak sesukses yang sekarang-sekarang.
Apalagi awalnya itu diiringi kekagetan, lho kok saya pake acara harus mimpin rapat?

Mandat itu diberikan ketika saya naek jabatan, cieeeee. Cuma ya itu, saya harus memimpin rapat yang dihadiri sekitar 15 orang rekan-rekan kerja, ada bos ada kolega selevel dan ada anak buah. Kala pertama kali itu, ya gitu deh, dengan bunga-bunga kegagapan di beberapa kata. Setelah selesai saya pun dicolek sama si bos. "Yasmin, ke ruang saya!" gitu katanya.

"Yas, rapat tadi suasananya nggak hidup deh," kalimat si bos ketika mengawali. Ya iyalah... kataku dalam hati.
"Saya terpaksa manggil kamu sekarang karena saya nggak mungkin menegur kamu di ruang rapat itu, wong kamu gagap-gagap gitu, mana tega saya. Tapi ini bukan masalah itu, gagap nggak papa, tapi kan bukan berarti membuat rapat jadi nggak hidup," ucap si bos.

Tuink....saya langsung nangkep. Oke dia sudah mengerti kalau saya gagap, jadi ada unsur satu lagi yang harus saya buang, yaitu ketakutan saya terhadap kegagapan itu sendiri. Kalo dipikir-pikir, iya ya, kenapa juga musti takut gagap wong gagap itu nggak papa kok. Jadi, seperti yang suka diajarkan oleh para speech therapist, just talking and just stutter away. Seperti yang Arinie, my supporter of my spirit, gagap kan nggak dosa. ya ya ya...

Selanjutnya saya sanggupi tantangan bos saya untuk membuat rapat2 yang saya pimpin menjadi hidup. Begini caranya, saya buka rapat, saya ngomong sedikit, lalu saya lempar ke anak buah untuk melanjutkan, atau dengan mengajukan pertanyaan, sehingga dia jawab. Dengan demikian saya nggak musti banyak ngomong dan seluruh peserta rapat terlibat di dalamnya, jadi hidup lah suasara rapat tersebut. Lagipula sering-sering mimpin rapat lama-lama terbiasa kok. Tip paling jitu, buang rasa takut ngomong karena takut gagap.... udahlah, gagap itu cingcaylah, nggak jadi perhatian kok, yang penting inti pembicaraannya kan?

19 October 2009

Look at me

Sabtu kemarin saya menghadiri reuni SD. Bukan sekadar menghadiri, sejak masa persiapan, saya termasuk yang sibuk jadi panitia. Mengajak diskusi teman2 untuk tempat dan waktu reuni, membagi tugas pemberitahuan kepada teman-teman, semua itu saya yang atur. Bukan reuni yang besar sih, cuma seangkatan saja, tapi lumayan ramai banyak yang dateng. Selesai acara, teman-teman menyampaikan ucapan terima kasih atas terselenggaranya acara ini, katanya berkat saya. Wah saya tertegun, dalam hati berucap, look at me now...sekarang bisa jadi orang yang aktif di angkatanku. Terus saya pengen bilang lagi, look at me waktu jaman SD. Waktu itu saya kayak anggota sekolah yang tidak diperhitungkan.

Masa SD buat saya adalah masa paling tidak menyenangkan seumur hidup. Dimulai dari kondisi rumah yang tidak begitu kondusif. Ayahku meninggalkan rumah dan tidak kembali lagi sejak usia saya 2 tahun, katanya. Umur 2 tahun mana ingat kan. Kami merupakan keluarga sederhana atau boleh lah dibilang miskin. Kemiskinan terbawa/ terlihat sampai di keluar rumah, membuat saya tak begitu dipandang di sekolah. Anyway....selain itu, saya mulai gagap kelas 1 SD, ketika dimulainya pelajaran menulis dan membaca. Ketika membaca paragraf dengan suara keras untuk didengar sekelas itulah saya gagap, lalu saya malu, lalu saya tidak mau mulai berteman sedangkan teman yang mau mulai berteman dengan saya juga tak ada, jadilah saya nggak punya teman. Lalu saya dapat giliran membaca lagi, lalu gagap lagi, lalu tertawa menggema di kelas, lalu saya malu. Begitulah terus menerus penderitaanku. Kok penderitaan? iya itu penderitaan banget bagi saya, mungkin juga bagi teman pws yang lain. Mengingat penderitaan jaman dulu itu sekarang saja, di dalam dada ini rasanya masih seperti teriris-iris.

Lalu ketika saya tak tahan, sejak kelas 3 saya tidak mau ngomong. Kalau giliran membaca saya bungkam, lebih baik tidak ngomong sama sekali daripada ditertawakan, daripada malu yang luar biasa sampai mengeluarkan air mata. Di luar kelas saya juga nggak mau bermain atau berteman, pun tak ada yang ngajak saya berteman. ....berlangsung sampai kelas 6 SD.

Beranjak ke tingkat SMP, saya mengubah diri saya, sepertinya begitu tekad saya dulu. Lupa sih apakah ada tekad2an atau berlangsung begitu saja. Teman SD ada yang jadi teman SMP juga, tapi banyak juga teman2 baru dari SD lain. Teman-teman baruku ini waktu itu kurasakan baik-baik hati sekali. Mereka mau berteman dengan saya, ngajak ngobrol, ngajak main, bahkan ngajak ke rumahnya. Bahagiaku over the top, amat sangat sekali. Tapi namanya juga orang baru mulai "ngomong" tentu radius pergaulan saya nggak terlalu luas. Mungkin secara tidak sadar pergaulan ku pun jadi meluas juga lama-lama. Sehingga sekarang, look at me now, aku bisa jadi orang terpopuler di alumni SD ku itu. Yeeeeeyyyy...!

05 October 2009

meeting Dimas

Sabtu lalu saya bertemu dengan Dimas dan Wawan. Sesama PWS yang kini jadi teman, teman senasib pula. Kedekatan cepat terjalin dibanding sama teman-teman baru lainnya. Dimas yang baik hati sukarela melatih saya dan Wawan untuk bicara dengan lancar. Bukan lancar sih, tapi bisa mengucapkan smooth, tanpa blocking. Pengalaman baru buat saya yang menarik untuk dicoba dan dilatih terus. Meskipun susah, semoga saya bisa melakukannya. Terima kasih Dimas. terima kasih juga Wawan. Sampai ketemu lagi di latihan berikutnya.... :)

03 September 2009

curhat adik

Kemarin seorang adik curhat ke saya. Bukan adik beneran, ini adik kelas. Curhat tentang percintaan, dan saya layani dengan baik. Mula-mula kami berkomunikasi secara terlulis, chatting. Lalu kami berdua merasa kurang seru kalau nggak ketemu, akhirnya kami bertemu di sebuah cafe dalam mall, dan cerita macam-macam termasuk curhatnya itu.

Saat ngobrol dengan sang adik kelas, saya banyak gagap meskipun sangat lancar. Nah lo bingung kan, lancar kok gagap? Gini, ketika saya menganggapi curhatnya saya mencurahkan seluruh kemampuan berpikir dan membuka hati seluas-luasnya, sehingga tanggapan saya bisa meringankan beban hati adikku itu. Itu yang saya anggap lancar, karena saya bisa mengungkapkan pendapat saya yang bisa dipakai atau tidak terserah si adik, tapi saya sampaikan dengan banyak kalimat. Memang gagap, tapi tetap banyak dan sepertinya sih semuanya bermutu. Boleh dibilang, makin gagap, makin apa adanya.

Di lain pihak, adik mendengarkan saya dengan serius, kata demi kata baik yang lancar maupun yang tertahan. Sesekali dia bertanya maksud saya dan diakhiri dengan kalimat: "oh gitu ya, aku ngerti sekarang, aku tahu apa yang harus aku lakukan, aku udah lega. Makasih Kak."
Itulah puncak kebahagiaan saya, membuat seorang adik merasa lega dari kegundahannya.

12 August 2009

Wawancara Berkualitas

Wawancara dalam hal ini adalah kegiatan bertanya oleh wartawan dan menjawab pertanyaan itu oleh nara sumber. Berkualitas, bila dalam wawancara itu diperoleh informasi akurat untuk dijadikan bahan tulisan, tercipta suasana hangat yang membuat kedua pihak saling terbuka dan tercipta komunikasi yang efektif. Selanjutnya selain bahan tulisan diperoleh, hubungan pun terjalin dengan baik antara wartawan dan narasumber tersebut. Hubungan kedekatan ini bahkan bisa menjadi modal kerja hingga akhir hayat bagi wartawan.

Bagi saya, wawancara merupakan proses pekerjaan yang sangat penting. Tak kalah pentingnya dengan artikel yang sudah dimuat dan bisa dinikmati pembaca. Meskipun sudah lama jadi wartawan, saya tetap harus mempersiapkan wawancara dengan serius, terutama untuk hasil yang berkualitas. Persiapan tersebut meliputi mempelajari profil narasumber tersebut, mempelajari tema pembicaraan kami nantinya, yang sudah disesuaikan dengan tema artikel yang akan saya tulis. Sampai saat ini, sebelum wawancara, saya tetap selalu membuat daftar pertanyaan, dalam bentuk coret-coretan di buku kecil saya, yang kemudian saya ucapkan dalam hati, seperti latihan. Saya bahkan mempersiapkan pertanyaan atau pernyataan cadangan untuk berbasa-basi atau untuk memancing kesan bahwa saya mengerti siapa dia dan mengerti tema yang akan dibahas.

Saya memang gagap, pada saat wawancara pun gagap itu ada, namun saya selalu memulai pertemuan dengan membangun suasana sedemikian rupa sehingga lawan bicara saya itu lebih mendengarkan atau menyimak isi pesan saya, daripada memperhatikan cara saya berbicara. Biasanya pertanyaan/ pernyataan basa-basi yang saya persiapkan tadi ampuh juga diucapkan di awal. Bikin dia terkesan dengan pengetahuan kita tentang dia, sehingga dia pun tak memperhatikan apakah kita gagap atau tidak. Selanjutnya saya selalu menanam dalam pikiran saya bahwa nara sumber pada saat itu juga mengeluarkan kemampuannya untuk menjawab dengan kalimat yang saya mengerti, jadi berkesan kayak, kita sama-sama susah nih, dengan demikian rasa nervous dan degdegan menipis dan hal ini kalau bagi saya sangat mempengaruhi kelancaran bicara.

Tentu saja, cara ini diiringi dengan strategi ringan yang seperti biasa saya lakukan. Ketika bicara dan terjadi blocking atau tertahan, bikin saja berjeda, berhenti bicara, tarik nafas, ulang lagi kalimatnya, atau ganti dengan kata yang lebih mudah diucapkan. Agar tidak terlalu kentara, buat bunyi-bunyi perantara seperti berdehem atau "hmmm" (kayak mikir), dan lain-lain. Begitulah, mungkin teknik ini bisa diterapkan oleh pws yang lain. Salaaaam....

04 August 2009

Teknik Menelepon

Bagi people with stutter atau orang gagap, bicara di telepon itu tidak menyenangkan. Pasti gagap dan karena tidak saling melihat, komunikasi jadi tidak lancar. Tak jarang, bikin emosi.

Berikut ini saya tuliskan poin-poin tip menelepon bagi pws. Jangan terlalu serius bacanya ya.

Menerima telepon:
1. Jika telepon berdering, tengok kiri kanan dulu, siapa tau ada orang lain di dekat Anda, kalau ada, biar orang lain aja yang ngangkat.
2. Bila tak ada orang lain, angkatlah gagang telpon. Jangan lupa ucapkan Bismilah, tarik napas panjang, minum air putih. Yakinkan diri Anda untuk mengangkat telpon itu, karena nggak diangkat juga nggak papa, nanti juga orangnya nelpon lagi. hehehe.
3. Ucapkan "halo" atau "Asalamualaikum" atau sebut nama, kalau di kantor. Mana aja yang gampang buat Anda. Kalau tiga-tiganya susah, berdehem lah, ini menandakan pada penelepon bahwa telponnya diterima seseorang. Kalau bisa sih abis dehem kontrol diri Anda untuk bisa bersuara, biasanya bisa kok. Kalau nggak bisa juga ya tunggu keajaiban, kan dia yang perlu, harusnya dia langsung ngomong maksud dan tujuannya. Kalau dia nggak ngomong tapi malah berhalo-halo terus, tutup telponnya. Nggak deng, ya usahakan ngomong lah, paling tidak bersuara, bisa juga bilang "ya" mungkin lebih mudah daripada "halo". Telpon buat orang lain, tinggal bilang "bentar" lalu kasi ke orang itu. Kalau orangnya nggak ada, bilang "nggak ada", trus tutup telponnya, nggak usah nanya ada pesan apa. hihi...sadis!
4. Telponnya buat Anda. Ya sudah pasrah aja kalau terjadi gagap, kalau orangnya baik pasti kan mau dengerin dengan sabar, kalau orangnya agak kurang, Anda ngaku aja kalau gagap biar dia mengerti. Kalau ternyata teman Anda sendiri, yah cing cay lah, temen ini....
Catatan: berlaku juga buat di handphone. Kalau yang tertera nama teman ya santai, kalau nama klien, lakukan seperti langkah nomer 2 dan 3. Kalau nomor tak dikenal, nggak usah diangkat :p.

Menelepon (ini untuk kondisi memang HARUS nelpon. Kalau bisa sms, email, ym mendingan by text saja).
1. Coba bicara biasa saja, dengan sopan dan ramah serta jelas. Kalau gagap ya nggak papa, gagap nggak dosa kok (ngelirik Arinie). Setelah beberapa kalimat, biasanya orang yang kita telpon akan terbiasa mendengarnya dan dengan sabar akan ndengerin kita.
2. Seringkali penerima telpon nggak sabaran atau mungkin sedang tidak punya banyak waktu. Nggak jarang juga telpon ditutup saking dia nggak sabarnya. Tenang, jangan emosi, tarik napas dan telpon aja lagi.
3. Setelah berhasil menelepon jangan lupa ucapkan Alhamdulilah...

02 August 2009

kemampuan bicara sedang dalam kondisi buruk

Rekor, menulis terus menerus dalam beberapa hari.
Rekor, mengubah tampilan blog, yang tadinya stuck dengan background batik truntum itu.

Ada yang berubah dalam diri saya, jadi rajin meng-update blog. Penyebabnya, ya saya sendiri, tiba-tiba sempat berselancar ke blog milik teman-teman yang kemudian mendapat kunjungan balasan. Bukan soal sempat atau tidak sempat sih, selama ini malu kalau blog saya ini dibaca orang lain. Lho, bikin blog kok nggak mau dibaca orang lain? Aneh memang. Tadinya cuma buat pelampiasan saja. Tapi ya itu, dipikir-pikir, rugi juga kalau nulis tak ada yang membaca. Begitu, bukan?

Weekend ini saya bertemu dengan beberapa teman dalam acara yang berbeda-beda. Jumat sore pulang kantor ketemu teman sambil makan mie ayam di sebuah warung. Lebih malam lagi pindah ketemu teman lain lagi di tempat kosnya, sampai hari berganti baru pulang. Sabtu siang saya menjenguk teman yang sedang sakit typhus. Minggunya menghadiri reuni sekolah tapi terlambat, sehingga sebagian besar teman sudah pulang. Hehehe padahal sengaja, malas ketemu banyak orang, malas diajak ngomong.

Wah banyak sekali pertemuan yang saya hadiri, padahal kemampuan berbicara sedang dalam kondisi buruk. Begitulah, saya sering punya waktu-waktu tertentu (yang tidak bisa diprediksikan), dimana kemampuan bicara saya dalam kondisi buruk.

Di warung mie ayam Jumat tempo hari, beberapa kali saya tersendat, teman saya bilang, "kok lu gagap lagi?" Dalam hati saya berkata, emang kapan pernah sembuhnya? hehe. FYI, kalau saya ketangkep basah gagap dan dibahas, saya pasti tidak berani menatap mata lawan bicara dan mengalihkan perhatian, soalnya malu, maluuuu banget. Pas di tempat kos teman saya juga begitu, apalagi malem banget, sehingga saya juga sudah agak ngantuk. Beberapa kali tersendat dan berjeda cukup lama. Teman saya berkali-kali nanya "Apa Mbak?" Haha, dia nggak ngerti saya ngomong apa. Pun waktu membesuk teman sakit. Banyak kalimat yang tidak selesai, untungnya perhatian tidak fokus ke saya saja, beberapa orang hadir di situ. Omongan saya ketelan oleh pembicaraan yang lain.

Rekor, gagap banget ya saya weekend ini. Besok mulai kerja, mudah-mudahan kondisi buruk ini sudah berlalu.

01 August 2009

PWS

Di blog ini saya sering memakai istilah pws atau people with stutter, cara halus menyebut orang yang gagap daripada pakai istilah penyandang, pengidap apalagi penderita. Saya mempelajari ini selama sering menulis dan membaca sambil tentu saja berempati kepada orang lain. Di bidang support group tema apapun, singkatan pw atau people with ... merupakan istilah yang sudah umum dipakai. Di bidang yang dalam beberapa tahun belakangan ini menjadi sorotan, HIV dan AIDS misalnya, dipakai istilah PWA atau PWHA (people with AIDS atau people with HIV/AIDS). Sorotan yang meluas sampai ke Indonesia, membuat negara kita punya istilah khusus, dengan menerjemahkannya menjadi ODHA (orang dengan HIV/AIDS).

Tema gagap memang tidak terlalu dianggap penting. Kalau di Amerika dan negara-negara lain ada support group, asosiasi, LSM bertema gagap, bahkan ada pertemuan internasionalnya, di Indonesia tema ini tidak terlalu menonjol. Saya sendiri juga nggak terlalu menganggap perlu sekali ada badan seperti ini, karena saya toh bisa mengatasinya, sanggup survive. Namun kalau lihat-lihat support group yang ada di luar negeri, jadi ngiri juga, rasanya menyenangkan sekali kalau para pws di Indonesia punya support group yang bisa saling membantu, ada tempat buat menumpahkan uneg-uneg, dan sebagainya. Syukur kalau suatu saat nanti ada istilah bahasa Indonesianya untuk pws. Tapi saya kok nggak sreg ya pakai istilah "orang dengan....." Sementara pws dulu aja ya.

31 July 2009

Sejarahnya

Mohon maaf kalau di blog ini artikelnya loncat-loncat. Setelah beberapa tulisan kok ya cerita sejarah baru sekarang? Maklum menulisnya berdasarkan mood lagi mau nulis apa.

Why am I stutter? Nah itu pertanyaannya. Pertanyaan yang susah menjawabnya karena saya pun nggak tau. Lagipula, setiap orang berbeda-beda. Tapi gini, bolehlah dibilang memang sudah dari sononya, bukan gara-gara ini atau itu. Seperti juga pertanyaan "mengapa saya jadi lesbian?" jawaban yang suka ada di majalah-majalah kan, karena dikecewakan oleh laki-laki. Halah! Memang sih bisa saja penyebabnya itu, tapi the most, karena emang sudah dari sononya.

Di banyak tulisan yang saya baca di internet, stutter bisa terjadi karena keturunan. Saya sepertinya enggak tuh. Orangtua saya dan saudara kandung tidak ada yang gagap. Mungkin aja ada pada nenek moyang para pendahulu saya yang terhormat, ya nggak tau juga, saya kan nggak pernah ketemu mereka.
Ada lagi artikel yang saya baca, seseorang menjadi gagap berhubungan dengan kebiasaan menggunakan tangan kanan atau tangan kiri untuk beraktivitas. Hmmm menarik nih. Dalam artikel itu katanya, seseorang yang kidal tapi dipaksa menggunakan tangan kanan itu akan mempengaruhi kerja otaknya, sehingga perintah ke syaraf pembicaraan tidak berjalan dengan baik, hasilnya gagap, atau yang lainnya. Nah, mungkin ini nih.

Teringat dulu ketika belajar nulis di TK atau kelas 1 SD, saya refleks memegang pensil dengan tangan kiri. Ketika dilihat bu guru, dia menyuruh saya memindahkan pensil itu ke tangan kanan saya. Hasilnya, huruf dan angka terbalik-balik, megangnya pun nggak enak. Ingin segera mengembalikan pensil ke tangan kiri, tapi takut. Lama-lama saya terbiasa menulis dengan tangan kanan, bu guru pun senang karena berhasil membuat murid yang hampir kidal, menulis dengan tangan kanan. Bersamaan dengan saya bisa nulis dengan tangan kanan, pelajaran-pelajaran lain pun dimulai, seperti membaca. Dan saya gagap. Masalahnya guru, orangtua dan saya sendiri tidak menghubungkan kidal dan tidak kidal dengan gagap. Kalau saat itu mereka tanggap, mungkin saja saya terhindar dari gagap. Tapi ya sudahlah, sudah berlalu juga.

Lalu apakah saya nggak jadi kidal? nggak juga, di luar menulis, untuk aktivitas lainnya, saya lebih nyaman menggunakan tangan kiri. Mustinya belajar nulis pakai tangan kiri lagi ya, sapa tau gagap saya hilang 100%. Hehehe wis kasep, nyadarnya pas udah jarang nulis tangan.

30 July 2009

I am stutterer and I am happy

Tau lagunya Opi Andaresta "I'm single and very happy"? Nyontek ah, I'm stutterer and very happy! hehehe. Ini adalah ucapan rasa syukur. Kan bagaimanapun keadaan kita, kita tetap harus bersyukur. Meskipun gagap, masih untung indera yang lain berfungsi dengan baik. Masih bisa berpikir dengan waras pula. Lalu yang harus kita lakukan adalah berbuat baik buat orang lain, berkarya sebaik-baiknya dan seterusnya. Itu yang sedang saya upayakan.

Rasa syukur lainnya, punya banyak teman yang baik-baik. Kalau dipikir ya, teman-teman saya tuh baik-baik deh. Waktu kecil rasanya nggak ada yang ngeledek kalo saya gagap. Yang ada pada bertampang kasihan kalau saya lagi kesulitan bicara di kelas. Tapi kesulitan yang nggak terlalu berartilah, toh sudah berlalu. Ketika dewasa justru suka ada tuh ledekan, tapi saya tau kapasitasnya bercanda, nggak saya masukin ke hati. Misalnya "Hahaha Yasmin ngomongnya ngerap". Oke deh diplesetin jadi ngerap, keren juga plesetannya. Atau yang agak nggak sabar ngomongnya "Apa Yas, kamu mau ngomong apa? Pelan-pelan ngomongnya." Atau banyak juga yang dengan sabar mendengarkan, nggak berusaha membantu karena mereka kan juga nggak tau apa yang mau saya katakan. Saya menghargai sekali teman-teman yang baik ini. Kesulitan paling-paling when the blocking moment comes, pesan dari saya nggak jadi sampai karena ketelan sama omongan lain dari teman-teman lain yang lebih lancar bicara (baca: cerewet). Ah nggak apa-apa juga kan? Makanya di antara keramaian saya lebih banyak mendengarkan, kalau ditanya baru ngomong, atau kalau lagi sepi nggak ada yang ngomong di situ kesempatan saya ngomong, kayak gitu-gitu deh. Nggak apa-apa saya jadi pendiam, tapi di segala kegiatan kumpul-kumpul saya masih diajak kok. Apalagi zaman sekarang komunikasi lebih banyak dengan tulisan, seperti email, sms, chatting, bbm, dll. Jadi, selamat lah saya. Bersyukur kepada Allah.

29 July 2009

Stuttertalk

Thanks to Juno atas komennya di tulisan sebelum ini. Membuat saya pengen nulis lagi :)

Tadi malam saya tidur larut gara-gara berselancar di stuttertalk.com. Site berisi obrolan para PWS (people with stutter), temanya segala sesuatu tentang gagap. Bukan video tapi rekaman suara saja, sehingga tentu saja saya bisa sambil baca-baca yang lain.
Stuttertalk digawangi oleh Peter Reitzes dan Eric Jackson. Keduanya ngobrol dengan seorang atau beberapa orang bintang tamu. Yang tadi malam saya dengerin itu dengan bintang tamu Caryn Harring. Cukup panjang obrolan mereka, yang mengena di hati saya adalah kesimpulan dari Caryn, setelah dia membuka diri sebagai pws, dia jadi banyak ngomong dan banyak gagap. Sebelumnya dia seorang covert stuterrer yang jarang ngomong, sehingga orang lain nggak tau kalau dia gagap. Lalu mereka menyimpulkan secara tidak resmi, kalau seorang gagap bicara dengan gagap justru saat itulah hatinya sedang nyaman, bisa ngomong sesuka hatinya, tapi kalau dia tidak gagap artinya dia sedang jaim, menahan diri, menjaga omongan, malah mengganti kata yang terhambat dengan kata yang mudah, dengan demikian mengganti maksud kalimat yang mau diomongin menjadi kalimat yang lain.

Hmmm....saya mengelus dada, rasanya gimanaaaaaa gitu. Ngomong dengan baik tapi seperti tidak menjadi diri sendiri atau bisa ngomong sesuka hati tapi gagap. Pilihan yang sulit. Kalau saya, sementara tetap memilih covert stutterer. Syukur lah sejauh ini nggak pernah mengalami perasaan sangat tidak nyaman, so far, aman2 saja. Walaupun dalam hati kecil, pengen juga bisa ngomong sesuka hati, tanpa jaim, biar gagap juga nggak apa-apa. Pengennya nggak papa, pengennya tidak membuat orang yang diajak ngomong mengerutkan kening, pengennya nggak membuat saya ditertawakan, pengennya orang sabar mendengarkan saya ngomong. Tapi kenyataannya?

Kok jadi mellow, hehehe. Udah lupakan. Gini, penting juga untuk dicatat, senang sekali ada site seperti stuttertalk.com. Membuat kita jadi bisa ketemu teman-teman senasib sehingga kita bisa ngomong sesuka hati, pastinya sesama gagap saling menghargai kan. Nah yang seru juga, di stuttertalk itu ada link namanya passing twice, ini untuk pws yang gay, lesbian, transdresser, transexual. Waaaa spesifik banget ya. Ngayal nih, seandainya ada komunitas seperti ini di Indonesia....senangnya....

27 May 2009

sedih dan Senang

Kemarin dapat komen dari Pak Tanjung di tulisan saya sebelum ini. Posting-an yang ditulis Juli 2008. Lama sekali rupanya tidak update di blog ini. Maklum saya sibuk ini dan itu.

Baru-baru ini saya nonton film Rocket Science. Cuma di Youtube sih, tapi tumben bisa komplit. Film itu bercerita tentang anak gagap. Istimewanya karena digambarkan dengan tidak vulgar seperti biasa. Nggak ada pelecehan yang kentara seperti diketawain, ditiru2in dll. Tapi lebih kepada kesulitannya sehari-hari yang umumnya kita alami. Seperti tidak bisa bebas menjawab pertanyaan bu guru di kelas, padahal dia tau jawabannya (saya pernah), mengubah pesanan makanan di kantin karena sulit mengucapkan makanan yang kita inginkan (saya pernah banget tuh) hahaha. Benar-benar sehari-hari yang orang lain suka nggak tau kesulitan seperti ini. Nggak ada ending yang happy, karena sampai akhir film tokoh ini tetap gagap. Tapi ini justru apa adanya banget kan.

Pelajaran yang didapat untuk orang yang tidak gagap terhadap para gagapers adalah, pada beberapa orang gagap terjadi begitu saja, tidak semua gagap bisa disembuhkan hanya dengan kata-kata "jangan gagap dong" seperti orang ngomong "jangan nangis dong". Pada beberapa orang sering-sering latihan ngomong akan menyembuhkan gagap, belom tentu. Kadang-kadang kita memang harus pasrah, let it be. Paling-paling cuma be survive aja, karena emang kita gagap bukan berarti harus disembuhkan. It is ok to be a stutterer, semacam itulah.