21 October 2009

Memimpin Rapat

Baru selesai meeting. Syukurlah meetingnya aman dan sentausa. Saya lho yang memimpin rapat... hehehe

Berkat bos saya yang galak tapi baik hati, saya sukses memimpin beberapa kali rapat.
Awalnya ketika mandat itu diberikan kepada saya, nggak sesukses yang sekarang-sekarang.
Apalagi awalnya itu diiringi kekagetan, lho kok saya pake acara harus mimpin rapat?

Mandat itu diberikan ketika saya naek jabatan, cieeeee. Cuma ya itu, saya harus memimpin rapat yang dihadiri sekitar 15 orang rekan-rekan kerja, ada bos ada kolega selevel dan ada anak buah. Kala pertama kali itu, ya gitu deh, dengan bunga-bunga kegagapan di beberapa kata. Setelah selesai saya pun dicolek sama si bos. "Yasmin, ke ruang saya!" gitu katanya.

"Yas, rapat tadi suasananya nggak hidup deh," kalimat si bos ketika mengawali. Ya iyalah... kataku dalam hati.
"Saya terpaksa manggil kamu sekarang karena saya nggak mungkin menegur kamu di ruang rapat itu, wong kamu gagap-gagap gitu, mana tega saya. Tapi ini bukan masalah itu, gagap nggak papa, tapi kan bukan berarti membuat rapat jadi nggak hidup," ucap si bos.

Tuink....saya langsung nangkep. Oke dia sudah mengerti kalau saya gagap, jadi ada unsur satu lagi yang harus saya buang, yaitu ketakutan saya terhadap kegagapan itu sendiri. Kalo dipikir-pikir, iya ya, kenapa juga musti takut gagap wong gagap itu nggak papa kok. Jadi, seperti yang suka diajarkan oleh para speech therapist, just talking and just stutter away. Seperti yang Arinie, my supporter of my spirit, gagap kan nggak dosa. ya ya ya...

Selanjutnya saya sanggupi tantangan bos saya untuk membuat rapat2 yang saya pimpin menjadi hidup. Begini caranya, saya buka rapat, saya ngomong sedikit, lalu saya lempar ke anak buah untuk melanjutkan, atau dengan mengajukan pertanyaan, sehingga dia jawab. Dengan demikian saya nggak musti banyak ngomong dan seluruh peserta rapat terlibat di dalamnya, jadi hidup lah suasara rapat tersebut. Lagipula sering-sering mimpin rapat lama-lama terbiasa kok. Tip paling jitu, buang rasa takut ngomong karena takut gagap.... udahlah, gagap itu cingcaylah, nggak jadi perhatian kok, yang penting inti pembicaraannya kan?

19 October 2009

Look at me

Sabtu kemarin saya menghadiri reuni SD. Bukan sekadar menghadiri, sejak masa persiapan, saya termasuk yang sibuk jadi panitia. Mengajak diskusi teman2 untuk tempat dan waktu reuni, membagi tugas pemberitahuan kepada teman-teman, semua itu saya yang atur. Bukan reuni yang besar sih, cuma seangkatan saja, tapi lumayan ramai banyak yang dateng. Selesai acara, teman-teman menyampaikan ucapan terima kasih atas terselenggaranya acara ini, katanya berkat saya. Wah saya tertegun, dalam hati berucap, look at me now...sekarang bisa jadi orang yang aktif di angkatanku. Terus saya pengen bilang lagi, look at me waktu jaman SD. Waktu itu saya kayak anggota sekolah yang tidak diperhitungkan.

Masa SD buat saya adalah masa paling tidak menyenangkan seumur hidup. Dimulai dari kondisi rumah yang tidak begitu kondusif. Ayahku meninggalkan rumah dan tidak kembali lagi sejak usia saya 2 tahun, katanya. Umur 2 tahun mana ingat kan. Kami merupakan keluarga sederhana atau boleh lah dibilang miskin. Kemiskinan terbawa/ terlihat sampai di keluar rumah, membuat saya tak begitu dipandang di sekolah. Anyway....selain itu, saya mulai gagap kelas 1 SD, ketika dimulainya pelajaran menulis dan membaca. Ketika membaca paragraf dengan suara keras untuk didengar sekelas itulah saya gagap, lalu saya malu, lalu saya tidak mau mulai berteman sedangkan teman yang mau mulai berteman dengan saya juga tak ada, jadilah saya nggak punya teman. Lalu saya dapat giliran membaca lagi, lalu gagap lagi, lalu tertawa menggema di kelas, lalu saya malu. Begitulah terus menerus penderitaanku. Kok penderitaan? iya itu penderitaan banget bagi saya, mungkin juga bagi teman pws yang lain. Mengingat penderitaan jaman dulu itu sekarang saja, di dalam dada ini rasanya masih seperti teriris-iris.

Lalu ketika saya tak tahan, sejak kelas 3 saya tidak mau ngomong. Kalau giliran membaca saya bungkam, lebih baik tidak ngomong sama sekali daripada ditertawakan, daripada malu yang luar biasa sampai mengeluarkan air mata. Di luar kelas saya juga nggak mau bermain atau berteman, pun tak ada yang ngajak saya berteman. ....berlangsung sampai kelas 6 SD.

Beranjak ke tingkat SMP, saya mengubah diri saya, sepertinya begitu tekad saya dulu. Lupa sih apakah ada tekad2an atau berlangsung begitu saja. Teman SD ada yang jadi teman SMP juga, tapi banyak juga teman2 baru dari SD lain. Teman-teman baruku ini waktu itu kurasakan baik-baik hati sekali. Mereka mau berteman dengan saya, ngajak ngobrol, ngajak main, bahkan ngajak ke rumahnya. Bahagiaku over the top, amat sangat sekali. Tapi namanya juga orang baru mulai "ngomong" tentu radius pergaulan saya nggak terlalu luas. Mungkin secara tidak sadar pergaulan ku pun jadi meluas juga lama-lama. Sehingga sekarang, look at me now, aku bisa jadi orang terpopuler di alumni SD ku itu. Yeeeeeyyyy...!

05 October 2009

meeting Dimas

Sabtu lalu saya bertemu dengan Dimas dan Wawan. Sesama PWS yang kini jadi teman, teman senasib pula. Kedekatan cepat terjalin dibanding sama teman-teman baru lainnya. Dimas yang baik hati sukarela melatih saya dan Wawan untuk bicara dengan lancar. Bukan lancar sih, tapi bisa mengucapkan smooth, tanpa blocking. Pengalaman baru buat saya yang menarik untuk dicoba dan dilatih terus. Meskipun susah, semoga saya bisa melakukannya. Terima kasih Dimas. terima kasih juga Wawan. Sampai ketemu lagi di latihan berikutnya.... :)