12 August 2009

Wawancara Berkualitas

Wawancara dalam hal ini adalah kegiatan bertanya oleh wartawan dan menjawab pertanyaan itu oleh nara sumber. Berkualitas, bila dalam wawancara itu diperoleh informasi akurat untuk dijadikan bahan tulisan, tercipta suasana hangat yang membuat kedua pihak saling terbuka dan tercipta komunikasi yang efektif. Selanjutnya selain bahan tulisan diperoleh, hubungan pun terjalin dengan baik antara wartawan dan narasumber tersebut. Hubungan kedekatan ini bahkan bisa menjadi modal kerja hingga akhir hayat bagi wartawan.

Bagi saya, wawancara merupakan proses pekerjaan yang sangat penting. Tak kalah pentingnya dengan artikel yang sudah dimuat dan bisa dinikmati pembaca. Meskipun sudah lama jadi wartawan, saya tetap harus mempersiapkan wawancara dengan serius, terutama untuk hasil yang berkualitas. Persiapan tersebut meliputi mempelajari profil narasumber tersebut, mempelajari tema pembicaraan kami nantinya, yang sudah disesuaikan dengan tema artikel yang akan saya tulis. Sampai saat ini, sebelum wawancara, saya tetap selalu membuat daftar pertanyaan, dalam bentuk coret-coretan di buku kecil saya, yang kemudian saya ucapkan dalam hati, seperti latihan. Saya bahkan mempersiapkan pertanyaan atau pernyataan cadangan untuk berbasa-basi atau untuk memancing kesan bahwa saya mengerti siapa dia dan mengerti tema yang akan dibahas.

Saya memang gagap, pada saat wawancara pun gagap itu ada, namun saya selalu memulai pertemuan dengan membangun suasana sedemikian rupa sehingga lawan bicara saya itu lebih mendengarkan atau menyimak isi pesan saya, daripada memperhatikan cara saya berbicara. Biasanya pertanyaan/ pernyataan basa-basi yang saya persiapkan tadi ampuh juga diucapkan di awal. Bikin dia terkesan dengan pengetahuan kita tentang dia, sehingga dia pun tak memperhatikan apakah kita gagap atau tidak. Selanjutnya saya selalu menanam dalam pikiran saya bahwa nara sumber pada saat itu juga mengeluarkan kemampuannya untuk menjawab dengan kalimat yang saya mengerti, jadi berkesan kayak, kita sama-sama susah nih, dengan demikian rasa nervous dan degdegan menipis dan hal ini kalau bagi saya sangat mempengaruhi kelancaran bicara.

Tentu saja, cara ini diiringi dengan strategi ringan yang seperti biasa saya lakukan. Ketika bicara dan terjadi blocking atau tertahan, bikin saja berjeda, berhenti bicara, tarik nafas, ulang lagi kalimatnya, atau ganti dengan kata yang lebih mudah diucapkan. Agar tidak terlalu kentara, buat bunyi-bunyi perantara seperti berdehem atau "hmmm" (kayak mikir), dan lain-lain. Begitulah, mungkin teknik ini bisa diterapkan oleh pws yang lain. Salaaaam....

04 August 2009

Teknik Menelepon

Bagi people with stutter atau orang gagap, bicara di telepon itu tidak menyenangkan. Pasti gagap dan karena tidak saling melihat, komunikasi jadi tidak lancar. Tak jarang, bikin emosi.

Berikut ini saya tuliskan poin-poin tip menelepon bagi pws. Jangan terlalu serius bacanya ya.

Menerima telepon:
1. Jika telepon berdering, tengok kiri kanan dulu, siapa tau ada orang lain di dekat Anda, kalau ada, biar orang lain aja yang ngangkat.
2. Bila tak ada orang lain, angkatlah gagang telpon. Jangan lupa ucapkan Bismilah, tarik napas panjang, minum air putih. Yakinkan diri Anda untuk mengangkat telpon itu, karena nggak diangkat juga nggak papa, nanti juga orangnya nelpon lagi. hehehe.
3. Ucapkan "halo" atau "Asalamualaikum" atau sebut nama, kalau di kantor. Mana aja yang gampang buat Anda. Kalau tiga-tiganya susah, berdehem lah, ini menandakan pada penelepon bahwa telponnya diterima seseorang. Kalau bisa sih abis dehem kontrol diri Anda untuk bisa bersuara, biasanya bisa kok. Kalau nggak bisa juga ya tunggu keajaiban, kan dia yang perlu, harusnya dia langsung ngomong maksud dan tujuannya. Kalau dia nggak ngomong tapi malah berhalo-halo terus, tutup telponnya. Nggak deng, ya usahakan ngomong lah, paling tidak bersuara, bisa juga bilang "ya" mungkin lebih mudah daripada "halo". Telpon buat orang lain, tinggal bilang "bentar" lalu kasi ke orang itu. Kalau orangnya nggak ada, bilang "nggak ada", trus tutup telponnya, nggak usah nanya ada pesan apa. hihi...sadis!
4. Telponnya buat Anda. Ya sudah pasrah aja kalau terjadi gagap, kalau orangnya baik pasti kan mau dengerin dengan sabar, kalau orangnya agak kurang, Anda ngaku aja kalau gagap biar dia mengerti. Kalau ternyata teman Anda sendiri, yah cing cay lah, temen ini....
Catatan: berlaku juga buat di handphone. Kalau yang tertera nama teman ya santai, kalau nama klien, lakukan seperti langkah nomer 2 dan 3. Kalau nomor tak dikenal, nggak usah diangkat :p.

Menelepon (ini untuk kondisi memang HARUS nelpon. Kalau bisa sms, email, ym mendingan by text saja).
1. Coba bicara biasa saja, dengan sopan dan ramah serta jelas. Kalau gagap ya nggak papa, gagap nggak dosa kok (ngelirik Arinie). Setelah beberapa kalimat, biasanya orang yang kita telpon akan terbiasa mendengarnya dan dengan sabar akan ndengerin kita.
2. Seringkali penerima telpon nggak sabaran atau mungkin sedang tidak punya banyak waktu. Nggak jarang juga telpon ditutup saking dia nggak sabarnya. Tenang, jangan emosi, tarik napas dan telpon aja lagi.
3. Setelah berhasil menelepon jangan lupa ucapkan Alhamdulilah...

02 August 2009

kemampuan bicara sedang dalam kondisi buruk

Rekor, menulis terus menerus dalam beberapa hari.
Rekor, mengubah tampilan blog, yang tadinya stuck dengan background batik truntum itu.

Ada yang berubah dalam diri saya, jadi rajin meng-update blog. Penyebabnya, ya saya sendiri, tiba-tiba sempat berselancar ke blog milik teman-teman yang kemudian mendapat kunjungan balasan. Bukan soal sempat atau tidak sempat sih, selama ini malu kalau blog saya ini dibaca orang lain. Lho, bikin blog kok nggak mau dibaca orang lain? Aneh memang. Tadinya cuma buat pelampiasan saja. Tapi ya itu, dipikir-pikir, rugi juga kalau nulis tak ada yang membaca. Begitu, bukan?

Weekend ini saya bertemu dengan beberapa teman dalam acara yang berbeda-beda. Jumat sore pulang kantor ketemu teman sambil makan mie ayam di sebuah warung. Lebih malam lagi pindah ketemu teman lain lagi di tempat kosnya, sampai hari berganti baru pulang. Sabtu siang saya menjenguk teman yang sedang sakit typhus. Minggunya menghadiri reuni sekolah tapi terlambat, sehingga sebagian besar teman sudah pulang. Hehehe padahal sengaja, malas ketemu banyak orang, malas diajak ngomong.

Wah banyak sekali pertemuan yang saya hadiri, padahal kemampuan berbicara sedang dalam kondisi buruk. Begitulah, saya sering punya waktu-waktu tertentu (yang tidak bisa diprediksikan), dimana kemampuan bicara saya dalam kondisi buruk.

Di warung mie ayam Jumat tempo hari, beberapa kali saya tersendat, teman saya bilang, "kok lu gagap lagi?" Dalam hati saya berkata, emang kapan pernah sembuhnya? hehe. FYI, kalau saya ketangkep basah gagap dan dibahas, saya pasti tidak berani menatap mata lawan bicara dan mengalihkan perhatian, soalnya malu, maluuuu banget. Pas di tempat kos teman saya juga begitu, apalagi malem banget, sehingga saya juga sudah agak ngantuk. Beberapa kali tersendat dan berjeda cukup lama. Teman saya berkali-kali nanya "Apa Mbak?" Haha, dia nggak ngerti saya ngomong apa. Pun waktu membesuk teman sakit. Banyak kalimat yang tidak selesai, untungnya perhatian tidak fokus ke saya saja, beberapa orang hadir di situ. Omongan saya ketelan oleh pembicaraan yang lain.

Rekor, gagap banget ya saya weekend ini. Besok mulai kerja, mudah-mudahan kondisi buruk ini sudah berlalu.

01 August 2009

PWS

Di blog ini saya sering memakai istilah pws atau people with stutter, cara halus menyebut orang yang gagap daripada pakai istilah penyandang, pengidap apalagi penderita. Saya mempelajari ini selama sering menulis dan membaca sambil tentu saja berempati kepada orang lain. Di bidang support group tema apapun, singkatan pw atau people with ... merupakan istilah yang sudah umum dipakai. Di bidang yang dalam beberapa tahun belakangan ini menjadi sorotan, HIV dan AIDS misalnya, dipakai istilah PWA atau PWHA (people with AIDS atau people with HIV/AIDS). Sorotan yang meluas sampai ke Indonesia, membuat negara kita punya istilah khusus, dengan menerjemahkannya menjadi ODHA (orang dengan HIV/AIDS).

Tema gagap memang tidak terlalu dianggap penting. Kalau di Amerika dan negara-negara lain ada support group, asosiasi, LSM bertema gagap, bahkan ada pertemuan internasionalnya, di Indonesia tema ini tidak terlalu menonjol. Saya sendiri juga nggak terlalu menganggap perlu sekali ada badan seperti ini, karena saya toh bisa mengatasinya, sanggup survive. Namun kalau lihat-lihat support group yang ada di luar negeri, jadi ngiri juga, rasanya menyenangkan sekali kalau para pws di Indonesia punya support group yang bisa saling membantu, ada tempat buat menumpahkan uneg-uneg, dan sebagainya. Syukur kalau suatu saat nanti ada istilah bahasa Indonesianya untuk pws. Tapi saya kok nggak sreg ya pakai istilah "orang dengan....." Sementara pws dulu aja ya.